Hujan
lebat tidak menghalanginya untuk terus mengayuh sepedanya. Hamparan sawah,
sungai, rindang pepohonan dan suara burung yang berteduh di pohon-pohon pinggir
jalan mengiringi perjalanannya. Dia melihat jam di tangannya “ masih pukul 2
siang” gumamnya. Dia terus mengayuh sepedanya, melewati tanjakan jembatan dan
menuruninya. Udara dingin tidak membuatnya lemah, jarak 5 km dari sekolahnya sudah biasa dia
tempuh dengan otot kakinya. Hujan akhirnya reda.
Sudah
seperempat perjalanan dia lalui. Kali ini melewati sebuah danau yang kotor, sampah
berserakan dimana-mana, bangkai tikus, belatung juga berserakan, bau menyengat tidak bisa dihindari untuk tercium,
anyir , busuk dan dipinggirannya banyak anak-anak yang bermain di danau, seolah
tidak jijik, tidak risih bahkan sesekali anak-anak tersebut menceburkan diri
didalamnya, menenggak airnya yang hijau dan bermain-main dengan sampah yang
sudah berbau busuk. Dia berhenti sejenak, menikmati pemandangannya, perut dan
hidungnya menolak dan akhirnya dia muntah.
Setengah
perjalanan telah dilaluinya , dia melewati sebuah pasar. Dia turun dari
sepedanya. Kemudian dia pergi ke penjual semangka. “ satu buah harganya berapa
pak?”, “ kalau yang itu 15 ribu dek”, “boleh kurang gak pak?” “Yang disebelah
kanan adek itu yang 13 ribuan, ukurannya hampir sama”. “ Yang ini sajalah pak
yang 13 ribu!! Pintanya agak memelas. “ O yaudah dek, gak papa 13 ribu”. Dia tersenyum
, mengambil uang yang ada di dalam tas nya kemudian membayarnya dengan uang
pas. Dia mengamati semangkanya, besar, segar dan mulus seperti semangka yang
baru di petik dari kebun. Dia melanjutkan perjalanannya.
Melewati
gang yang agak sempit, kemudian dia berbelok ke kanan akhirnya dia sampai di
depan rumahnya. Dia turun dari sepedanya . Berjalan ke pintu depan rumahnya,
bau anyir tercium , teringat anak-anak yang menceburkan diri ke kolam busuk dan
menenggak airnya. “Ini tadi orang tuamu menitipkan kunci rumah?” seorang nenek
datang dari arah belakang kemudian menyodorkan sebuah kunci. “ayah dan ibuku
kemana??” nenek tersebut pergi tanpa menjawab. Bau anyir masih tercium dan
makin kental. Dia muntah, tidak tahu dari mana datangnya bau tersebut. Dia membuka
pintu rumahnya seketika tikus-tikus got yang banyak mirip seperti tikus-tikus
yang sudah menjadi bangkai yang dia lihat di danau keluar berhamburan dari
pintu rumahnya. Dia masuk rumah, gelap gulita dan pengap , dia membuka semua
gorden jendela, lalat-lalat berterbangan dari gorden-gordennya. “Ada apa ini?”
dia berkata sendiri. Dia lari ke arah kamar, tapi darah segar kental yang berbau sangat anyir mengalir keluar dari sela-sela pintu kamarnya.
Dia lari menjauh , meneteskan air mata. “ayah ibu ? kalian dimana ?” dia
berkata sambil menangis tersedu-sedu. Dia pergi ke ruang tengah , memandangi foto wajah ibu dan ayahnya,
sangat dalam dia memandangnya, dilihatnya seolah senyum wajah ayah dan ibunya memudar
perlahan. Dia mengambil foto tersebut, bau anyir dan busuk makin tercium hebat
seolah bau busuk tersebut bersumber dari foto itu. Dia menciumnya. Seketika dia
memuntahkan semua makanan yang dia makan tadi pagi, bau anyir tesebut bersumber
dari foto kedua orang tuanya, fotonya berlendir, anyir dan busuk. Dia duduk
lemas di kursi. Dia melihat tas, mengambil semangka yang baru saja dibeli. Bau anyir kembali tercium dan ini makin
anyir dan busuk. Belatung-belatung yang gemuk menggeliat keluar dari semangka
yang tadinya segar dan mulus seolah baru dipetik dari kebun tetapi berubah
menjadi semangka busuk , berlendir dan ber-belatung. Tak tahan memegangnya ,
dilempar semangka tersebut , dan mengarah ke foto kedua orang tuanya. Jatuh dan
pecah foto tersebut. “kriiiingg, kriiinggg, telepon rumahnya berdering. Dia mengangkatnya.
Seseorang dari telepon berkata, “ibu dan ayahmu di penjara karena korupsi dana
desa”. Selesai. By Syafiul Anam.
0 komentar
Posting Komentar