Syafiul Anam. Diberdayakan oleh Blogger.

Terjemahkan

Perkenalkan

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Orang yang paling cerdik adalah orang yang selalu mengingat kematian dan senantiasa bersedia menghadapinya

Kamis, 20 Desember 2012

Senyum Memudar (Cerpen)



Hujan lebat tidak menghalanginya untuk terus mengayuh sepedanya. Hamparan sawah, sungai, rindang pepohonan dan suara burung yang berteduh di pohon-pohon pinggir jalan mengiringi perjalanannya. Dia melihat jam di tangannya “ masih pukul 2 siang” gumamnya. Dia terus mengayuh sepedanya, melewati tanjakan jembatan dan menuruninya. Udara dingin tidak membuatnya lemah, jarak 5 km dari sekolahnya sudah biasa dia tempuh dengan otot kakinya. Hujan akhirnya reda.
Sudah seperempat perjalanan dia lalui. Kali ini  melewati sebuah danau yang kotor, sampah berserakan dimana-mana, bangkai tikus, belatung juga berserakan,  bau menyengat tidak bisa dihindari untuk tercium, anyir , busuk dan dipinggirannya banyak anak-anak yang bermain di danau, seolah tidak jijik, tidak risih bahkan sesekali anak-anak tersebut menceburkan diri didalamnya, menenggak airnya yang hijau dan bermain-main dengan sampah yang sudah berbau busuk. Dia berhenti sejenak, menikmati pemandangannya, perut dan hidungnya menolak dan akhirnya dia muntah.
Setengah perjalanan telah dilaluinya , dia melewati sebuah pasar. Dia turun dari sepedanya. Kemudian dia pergi ke penjual semangka. “ satu buah harganya berapa pak?”, “ kalau yang itu 15 ribu dek”, “boleh kurang gak pak?” “Yang disebelah kanan adek itu yang 13 ribuan, ukurannya hampir sama”. “ Yang ini sajalah pak yang 13 ribu!! Pintanya agak memelas. “ O yaudah dek, gak papa 13 ribu”. Dia tersenyum , mengambil uang yang ada di dalam tas nya kemudian membayarnya dengan uang pas. Dia mengamati semangkanya, besar, segar dan mulus seperti semangka yang baru di petik dari kebun. Dia melanjutkan perjalanannya.
Melewati gang yang agak sempit, kemudian dia berbelok ke kanan akhirnya dia sampai di depan rumahnya. Dia turun dari sepedanya . Berjalan ke pintu depan rumahnya, bau anyir tercium , teringat anak-anak yang menceburkan diri ke kolam busuk dan menenggak airnya. “Ini tadi orang tuamu menitipkan kunci rumah?” seorang nenek datang dari arah belakang kemudian menyodorkan sebuah kunci. “ayah dan ibuku kemana??” nenek tersebut pergi tanpa menjawab. Bau anyir masih tercium dan makin kental. Dia muntah, tidak tahu dari mana datangnya bau tersebut. Dia membuka pintu rumahnya seketika tikus-tikus got yang banyak mirip seperti tikus-tikus yang sudah menjadi bangkai yang dia lihat di danau keluar berhamburan dari pintu rumahnya. Dia masuk rumah, gelap gulita dan pengap , dia membuka semua gorden jendela, lalat-lalat berterbangan dari gorden-gordennya. “Ada apa ini?” dia berkata sendiri. Dia lari ke arah kamar, tapi  darah segar kental  yang berbau sangat anyir  mengalir keluar dari sela-sela pintu kamarnya. Dia lari menjauh , meneteskan air mata. “ayah ibu ? kalian dimana ?” dia berkata sambil menangis tersedu-sedu. Dia pergi ke ruang tengah  , memandangi foto wajah ibu dan ayahnya, sangat dalam dia memandangnya, dilihatnya  seolah senyum wajah ayah dan ibunya memudar perlahan. Dia mengambil foto tersebut, bau anyir dan busuk makin tercium hebat seolah bau busuk tersebut bersumber dari foto itu. Dia menciumnya. Seketika dia memuntahkan semua makanan yang dia makan tadi pagi, bau anyir tesebut bersumber dari foto kedua orang tuanya, fotonya berlendir, anyir dan busuk. Dia duduk lemas di kursi. Dia melihat tas, mengambil semangka yang baru saja  dibeli. Bau anyir kembali tercium dan ini makin anyir dan busuk. Belatung-belatung yang gemuk menggeliat keluar dari semangka yang tadinya segar dan mulus seolah baru dipetik dari kebun tetapi berubah menjadi semangka busuk , berlendir dan ber-belatung. Tak tahan memegangnya , dilempar semangka tersebut , dan mengarah ke foto kedua orang tuanya. Jatuh dan pecah foto tersebut. “kriiiingg, kriiinggg, telepon rumahnya berdering. Dia mengangkatnya. Seseorang dari telepon berkata, “ibu dan ayahmu di penjara karena korupsi dana desa”. Selesai. By Syafiul Anam.

0 komentar

Posting Komentar