Aku masih berkutat dengan sel-sel kotak dengan
angka-angka yang rumit. Mengolahnya dengan fungsi-fungsi yang telah tersedia di
menu, menjadi sesuatu yang bisa
dicerna menjadi rangkaian kata yang disebut analisa. Kulihat teman-teman
sekamarku sudah larut dalam mimpi indahnya. Aku mengamati mereka, “nyaman sekali pasti mereka, tertidur diatas
kasur yang empuk dan selimut tebal yang nyaman”. Sementara Aku masih saja berkutat di depan laptop
dengan jari jemari yang terus menari-nari di atas keybord dan mata yang menatap
layar beradiasi, bukan tatapan kosong tapi tatapan yang penuh arti.
Pukul 00.00 WIB, udara di luar berhembus menembus
sela-sela pintu dan menyentuh bagian belakang leherku. Dingin sekali. Bukan
hanya dingin tapi juga ditambah nuansa yang sunyi dan senyap. Tak terdengar
suara apapun. Entah kenapa Aku merasa malam ini begitu mencekam. Tak seperti
malam-malam biasanya. Aku berjalan keluar kamar. Benar sekali, Aku merasa ada
yang berbeda dengan malam ini. Malam yang hening dengan langit yang dihiasi
awan mendung, sama sekali tak terlihat bulan dan bintang, menambah gelap
gulita. Dan yang lebih membuat benar-benar berbeda adalah udara yang berhembus
seolah mengisyaratkan kehadiran sesuatu yang lain. Dingin ini bukan dingin biasa,
dingin yang membuat perasaan tidak nyaman karena perasaan takut. Padahal
biasanya saya merasa biasa saja meski sendirian di teras asrama di tengah
malam. Tapi malam ini Aku merasa takut.
Dengan was-was Aku berjalan masuk ke kamar lagi. Aku
lihat beberapa temanku masih tertidur pulas. Aku kembali ke depan laptop dan
melanjutkan aktifitas. Pintu Aku tutup dan menguncinya rapat-rapat. “Sudahlah mungkin ini perasaanku sendiri karena terpengaruh film Insidious yang
beberapa hari lalu aku tonton”. Aku mencoba menenangkan diri.
Kreeek... kreeekkk... suara decitan bambu terdengar dari
arah belakang jendela. Keras sekali suaranya, seperti ada yang sedang
bermain-main dengan bambu. Sontak aku menghentikan aktifitasku. Medengarkan
dengan seksama. Kreek kreeek ... suara itu masih terus berbunyi. Aku bingung
apa yang harus Aku lakukan. Terlintas inisiatif untuk membangunkan
teman-temanku yang sudah tertidur dan mengajaknya memeriksa bagian belakang
asrama. Aku bangkit dari posisiku. Berjalan menuju tempat temanku tertidur. “ah rasanya tidak patut membangunkan
seseoarang yang telah tertidur dengan alasan yang aneh, apalagi di tengah malam
seperti ini. ini memang waktunya istirahat. Aku saja yang mendzalimi diri,
masih terjaga di tengah malam seperti ini. andai tugas ini bisa di pending. Ah
sudahlah” Aku mengurungkan niat untuk membangunkannya. Kreeeek kreekk ...
suara itu masih saja terdengar. Jelas sekali.
Aku mencoba mengabaikannya. Tapi tak tahan. Konsentrasiku
buyar memikirkan bunyi itu. Rasa penasaran meluap-luap tidak terbendung.
Langsung saja ku buka jendela tepat di belakang sumber bunyi itu. Aku hanya
melihat pohon bambu melambai-lambai tertiup angin tengah malam. “ah ternyata hanya suara decitan bambu
karena angin”. Aku lupa bahwa dibelakang asrama adalah hutan bambu yang
cukup lebat dan di sekelilingnya adalah pemakan umum.
Aku kembali memainkan jari-jemari diatas keybord. Tak
terasa sudah satu halaman lebih Aku membuat tulisan dengan judul “4.3 Analisa
Percobaan” yang berisi tentang analogi sistem pegas pada percobaan resonansi
gas. Aku memikirkan dan membaca ulang tulisan. Mengecek apakah ada typo atau ada kalimat yang kurang
dimengerti maksudnya. Aku menghela nafas. “fiuuuh,,
,huft....”. Bahkan gas pun mampu beresonansi ketika ada frekuensi luar yang
sama dengan frekuensi alamiah gas tersebut. Mungkin manusia juga sama mampu mengalami
peristiwa resonansi dan bergetar ketika ada frekuensi luar yang sama dengan
frekuensi alamiahnya. Lingkungan sekitar memberikan getaran dengan
bermacam-macam frekuensi. Lingkungan kampus mempunyai frekuensi. Sahabat
mempunyai frekuensi. Teman-teman mempunyai frekuensi. Dosen-dosen juga
mempunyai frekuensi. Dan orang yang kamu sukai pun memiliki frekuensi yang
lebih hebat dari semua itu. Semuanya memberikan getaran di diri kita. Tinggal
kita yang memilih akan bergetar seperti apa. Tentu saja kita tinggalkan
frekuensi yang buruk dan mendekati frekuensi yang baik agar menghasilkan
resonansi yang juga baik, membuat getaran kita bermakna dan menghasilkan
gelombang yang menghantarkan energi positif ke semua orang.
Dan mungkin perasaan takut tidak beralasan tadi juga akibat getaran yang
ditimbulkan dari frekuensi film horror yang Aku tonton .
0 komentar
Posting Komentar