Syafiul Anam. Diberdayakan oleh Blogger.

Terjemahkan

Perkenalkan

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Orang yang paling cerdik adalah orang yang selalu mengingat kematian dan senantiasa bersedia menghadapinya

Rabu, 30 Juli 2014

FREKUENSI

Aku masih berkutat dengan sel-sel kotak dengan angka-angka yang rumit. Mengolahnya dengan fungsi-fungsi yang telah tersedia di menu, menjadi sesuatu yang bisa dicerna menjadi rangkaian kata yang disebut analisa. Kulihat teman-teman sekamarku sudah larut dalam mimpi indahnya. Aku mengamati mereka, “nyaman sekali pasti mereka, tertidur diatas kasur yang empuk dan selimut tebal yang nyaman”. Sementara  Aku masih saja berkutat di depan laptop dengan jari jemari yang terus menari-nari di atas keybord dan mata yang menatap layar beradiasi, bukan tatapan kosong tapi tatapan yang penuh arti.

Pukul 00.00 WIB, udara di luar berhembus menembus sela-sela pintu dan menyentuh bagian belakang leherku. Dingin sekali. Bukan hanya dingin tapi juga ditambah nuansa yang sunyi dan senyap. Tak terdengar suara apapun. Entah kenapa Aku merasa malam ini begitu mencekam. Tak seperti malam-malam biasanya. Aku berjalan keluar kamar. Benar sekali, Aku merasa ada yang berbeda dengan malam ini. Malam yang hening dengan langit yang dihiasi awan mendung, sama sekali tak terlihat bulan dan bintang, menambah gelap gulita. Dan yang lebih membuat benar-benar berbeda adalah udara yang berhembus seolah mengisyaratkan kehadiran sesuatu yang lain. Dingin ini bukan dingin biasa, dingin yang membuat perasaan tidak nyaman karena perasaan takut. Padahal biasanya saya merasa biasa saja meski sendirian di teras asrama di tengah malam. Tapi malam ini Aku merasa takut.

Dengan was-was Aku berjalan masuk ke kamar lagi. Aku lihat beberapa temanku masih tertidur pulas. Aku kembali ke depan laptop dan melanjutkan aktifitas. Pintu Aku tutup dan menguncinya rapat-rapat. “Sudahlah mungkin ini perasaanku sendiri  karena terpengaruh film Insidious yang beberapa hari lalu aku tonton”. Aku mencoba menenangkan diri.

Kreeek... kreeekkk... suara decitan bambu terdengar dari arah belakang jendela. Keras sekali suaranya, seperti ada yang sedang bermain-main dengan bambu. Sontak aku menghentikan aktifitasku. Medengarkan dengan seksama. Kreek kreeek ... suara itu masih terus berbunyi. Aku bingung apa yang harus Aku lakukan. Terlintas inisiatif untuk membangunkan teman-temanku yang sudah tertidur dan mengajaknya memeriksa bagian belakang asrama. Aku bangkit dari posisiku. Berjalan menuju tempat temanku tertidur. “ah rasanya tidak patut membangunkan seseoarang yang telah tertidur dengan alasan yang aneh, apalagi di tengah malam seperti ini. ini memang waktunya istirahat. Aku saja yang mendzalimi diri, masih terjaga di tengah malam seperti ini. andai tugas ini bisa di pending. Ah sudahlah” Aku mengurungkan niat untuk membangunkannya. Kreeeek kreekk ... suara itu masih saja terdengar. Jelas sekali.

Aku mencoba mengabaikannya. Tapi tak tahan. Konsentrasiku buyar memikirkan bunyi itu. Rasa penasaran meluap-luap tidak terbendung. Langsung saja ku buka jendela tepat di belakang sumber bunyi itu. Aku hanya melihat pohon bambu melambai-lambai tertiup angin tengah malam. “ah ternyata hanya suara decitan bambu karena angin”. Aku lupa bahwa dibelakang asrama adalah hutan bambu yang cukup lebat dan di sekelilingnya adalah pemakan umum.


Aku kembali memainkan jari-jemari diatas keybord. Tak terasa sudah satu halaman lebih Aku membuat tulisan dengan judul “4.3 Analisa Percobaan” yang berisi tentang analogi sistem pegas pada percobaan resonansi gas. Aku memikirkan dan membaca ulang tulisan. Mengecek apakah ada typo atau ada kalimat yang kurang dimengerti maksudnya. Aku menghela nafas. “fiuuuh,, ,huft....”. Bahkan gas pun mampu beresonansi ketika ada frekuensi luar yang sama dengan frekuensi alamiah gas tersebut.  Mungkin manusia juga sama mampu mengalami peristiwa resonansi dan bergetar ketika ada frekuensi luar yang sama dengan frekuensi alamiahnya. Lingkungan sekitar memberikan getaran dengan bermacam-macam frekuensi. Lingkungan kampus mempunyai frekuensi. Sahabat mempunyai frekuensi. Teman-teman mempunyai frekuensi. Dosen-dosen juga mempunyai frekuensi. Dan orang yang kamu sukai pun memiliki frekuensi yang lebih hebat dari semua itu. Semuanya memberikan getaran di diri kita. Tinggal kita yang memilih akan bergetar seperti apa. Tentu saja kita tinggalkan frekuensi yang buruk dan mendekati frekuensi yang baik agar menghasilkan resonansi yang juga baik, membuat getaran kita bermakna dan menghasilkan gelombang yang menghantarkan energi positif ke semua orang. 

Dan mungkin perasaan takut tidak beralasan tadi juga akibat getaran yang ditimbulkan dari frekuensi film horror yang Aku tonton .







0 komentar

Posting Komentar